FILOSOPI POHON: Hanya yang Setia Mau Membuat Sarang


Banyak burung yang hinggap di sebuah pohon, tapi hanya satu yang akan tinggal



"Anggap dirimu pohon", itulah yang sering ku katakan ketika temanku putus cinta. Ya masalah cinta itu adalah masalah yang sangat lumrah bagi para generasi milenial. Masalah cinta bagai sudah berakar di jiwa raga para generasi muda, mereka bahkan sering mencurahkan masalah mereka di sosial media.

Pertanyaannya apakah cinta itu salah? Tidak, tentu saja cinta itu tidak salah. Semua mahluk hidup di dunia ini berhak untuk jatuh cinta, namun cara mereka mengungkapkannya yang salah.

"kamu adalah satu satunya orang di hidupku, kamu adalah jiwa dan ragaku, kamu adalah segalanya bagiku,"PUUUUUIH, omongan busuk 😂😂😂. Degar ya generasi milenial atau harus ku sebut generasi jaman now..... Perjuangan cinta tidak semudah itu....ini bukan negeri dongeng atau drama korea, yang dimana mendapatkan cinta sejati itu sangat mudah. Mendapatkan cinta itu bak mencari jerami di tumpukan jarum (loh kok kebalik min?) Iya jelas lah, karena untuk memperolehnya tak jarang kita harus merasakan luka yang mendalam.

Aku tidak mau munafik ya..., tentu aku pernah mengatakan hal seperti di atas, tapi setelah aku mengalami putus cinta, semua kata kata manis itu langsung berubah menjadi kata yang penuh kebencian. Bukan hanya aku yang mengalami itu, tapi banyak teman teman di sekitarku. Mereka memiliki kisah yang sama, dimana mereka sangat mencintai, tapi akhirnya dikhianati. Cinta pun berubah jadi benci.

Tapi setelah mendengar curhatan dari beberapa temanku, aku mulai sadar akan kesalahan yang kulakukan ketika mencari pasangan, dan akhirnya tercipta sebuah filosopi di benakku, yang ku beri nama filosopi pohon. Filosopi pohon yang pertama yang ku ciptakan adalah "hanya yang setia yang membuat sarang."

Anggaplah hidup kita ini adalah sebuah pohon. Ketika pohon itu sudah tumbuh besar, berdaun lebat, dan memiliki banyak buah, maka akan banyak burung yang hinggap di dahannya untuk memakan buah tersebut. Sama seperti mencari pasangan, ketika kita sudah mencapai puncak kehidupan kita, dimana kita sukses dan tenar, maka pasti banyak orang yang akan datang mendekati kita dan kesalahanku waktu itu adalah aku memilih pasanganku ketika aku adalah pohon yang berbuah.

Namun aku lupa, jika ada kalanya pohon yang berbuah akan kehilangan buahnya, dan burung burung yang hinggap di dahannya akan pergi seketika, itulah yang terjadi padaku. Aku ditinggalkan oleh dia, orang yang ku anggap pasangan ketika aku sedang menghadapi tantangan terbesar dalam hidupku (pada waktu itu adalah perjuangan mencari kuliah). Tentunya ketika itu kita sangat memerlukan sebuah dukungan moralkan? Tapi apa..., kata kata setia sampai tua yang dia ucapkan hanyalah omong kosong semata. Aku pun sesaat jatuh dalam keterpurukan, sampai pada akhirnya aku bertemu dengan kawan yang senasib denganku.

Ketika aku menciptakan filosopi ini aku sedang dalam perjalanan bersama temanku dan sesaat aku menemukan penutup yang tepat untuk filosopi ini. Ketika sebuah pohon kehilangan semua buahnya dan burung burung pergi darinya, pasti pasti dan pasti, ada seekor burung yang mau membuat sarang di sana dan dengan setia menunggu buah selanjutnya. Burung itu akan terus memberi kehidupan di pohon tersebut, memperindah pohon tersebut dengan kicauannya walaupun ada buah atau tidak di rantingnya.

Sama dengan kita mencari seorang pasangan. Ketika kita di dalam keterpurukan pasti akan ada orang yang setia menjaga kita dan memperindah hidup kita. Jika hal itu terjadi padamu maka kamu perlu perimbangkan orang itu untuk menjadi pasanganmu, karena hanya yang setia yang mau membuat sarang. (Pijar Candra)


Komentar